Kamis, 25 Juli 2019

Biografi Pitirim Sorokin

Biografi Paritim A. Sorokin
Pitirim Alexandrovich Sorokin lahir pada tanggal 21 Januari
1889 dan meninggal dunia saat berusia tujuh puluh sembilan tahun pada tanggal
11 Februari 1968. Beliau adalah seorang sosiolog Rusia-Amerika. Sorokin
mengawali karirnya dengan mengajar dilingkungan lembaga yang dilanjutkan dengan
mengajar di lingkungan universitas. Beliau mengajar sosiologi dan hukum di
University Petersburg, selain itu ia juga menempuh pendidikan di Institut
Neurologis Psycho. Pada tahun 1919, Sorokin diangkat menjadi professor
sosiologi di Universitas Petrograd Akademik dan aktivis politik di Rusia. Pada
awalnya, karier Sorokin terganggu oleh adanya revolusi komunis pada waktu itu,
sebab pitirim merupakan salah satu orang yang anti komunisme. Hal tersebutlah
yang akhirnya mengakibatkan Sorokin pernah dipenjarakan tiga kali oleh rezim
Tsar Rusia Kekaisaran. Selama Revolusi Rusia ia adalah anggota dari Alexander
Kerensky Pemerintahan Sementara Rusia. Setelah Revolusi Oktober dia terlibat
dalam kegiatan-kegiatan anti-Komunis, untuk itu ia dihukum mati oleh pemerintah
Komunis menang; hukuman itu diringankan menjadi pembuangan. Sorokin pun
akhirnya dibuang di cekoslowakia dan beberapa tahun kemudian mendirikan Center
For Creative Altruism. Pada tahun 1923 ia beremigrasi ke Amerika Serikat dan
naturalisasi pada tahun 1930.
Sorokin guru besar sosiologi di Universitas Minnesota
(1924-1930) dan di Universitas Harvard (1930-1955), di mana ia mendirikan
Departemen Sosiologi. Pekerjaan Tulisan-tulisannya meliputi luasnya sosiologi;
teori kontroversial proses sosial dan tipologi historis budaya yang diuraikan
dalam Dinamika Sosial dan Budaya (4 jilid., 1937-1941; rev dan abridged ed.
1957). dan banyak karya lainnya. Dia juga tertarik pada stratifikasi sosial,
sejarah teori sosiologis, dan perilaku altruistik. Sorokin adalah penulis buku
seperti Krisis usia kami dan Power dan moralitas, tapi opusnya adalah Dinamika Sosial
dan Budaya (1937-1941). Teori ortodoks-Nya memberikan kontribusi kepada teori
siklus sosial dan terinspirasi (atau terasing) banyak sosiolog. Di Amerika
Sorokin banyak menghasilkan karya tulisnya berupa buku dan ide-ide
berdasarkan pengamatan terhadap masyarakat sekitar tidak jauh berkaitan
dengan ilmu sosiologi. Buku-buku yang dihasilkan antara lain :1.Daun dari Diary
Rusia (1924; rev. Red) 2.Mobilitas Sosial (1927) 3. Teori Sosiologi Kontemporer
(1928). 4.Prinsip-Prinsip Sosiologi Pedesaan-Perkotaan, 1929)
B.   
Konstribusi
Paritim A. Sorokin bagi Sejarah
           Kehidupan tidaklah bersifat statis
melainkan bersifat dinamis. Oleh karena itu kehidupan akan selalu dan terus
berubah, kehidupan terus berjalan seiring dengan waktu. Karena itu muncullah
istilah
sejarah. Cerita sejarah melukiskan segala sesuatu dengan
lugas, yaitu tidak menyebut sebab-sebab yang pasti, hanya rangkaian peristiwa
yang saling berhubungan dengan menunjukkan keterkaitannya.
Sejarah adalah sejarah manusia,
peran sejarah hanya manusia saja, penulis sejarah manusia juga, peminat sejarah
juga manusia, maka ma
nusialah yang harus dipandang sebagai
inti masalah tersebut.
Oleh kerena itu, dapatlah dimengerti bahwa
munculnya masalah itu dipandang sebagai akibat pendapat manusia tentang
dirinya, yaitu:
a. manusia bebas menentukan nasibnya sendiri, yang lebih dikenal dengan sebutan otonom
b. manusia tidak bebas menentukan nasibnya, nasib
manusia ditentukan kekuatan di luar kekuatan dirinya, manusia disebut
heteronom.
Faham bahwa manusia itu otonom dalam istilah
filsafat disebut indeterminism dan faham heteronom disebut determinism. Pada
umumnya manusia lebih condong menerima keku
atan di luar pribadinya daripada ia percaya
bahwa segala sesuatu ditentukan oleh dirinya sendiri. Masalahnya berkisar pada
pertanyaan, siapakah yang menentukan nasibnya? Penentu nasib manusia adalah:
a. alam sekitar beserta isinya
b. kekuatan x (tidak dikenal)
c. Tuhan
     Berkaitan
dengan gerak sejarah, Paritim A. Sorokin mengemukakan sebuah teori. Ia
berpendapat bahwa semua
peradaban besar berada dalam
siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem
kebudayaan ini membentuk satu-kesatuan yang unsurnya dirembesi oleh prinsip
sentral yang sama dan membentuk nilai dasar yang sama,
Ia menilai gerak
sejarah dengan gaya, irama dan corak ragam yang kaya raya dipermudah, dipersingkat
dan disederhanakan sehingga menjadi teori siklus. Sorokin menyatakan bahwa
gerak sejarah menunjukkan fluctuation of age to age, yaitu naik turun, pasang
surut, timbul tenggelam. Ia menyatakan adanya cultural universal dan di dalam
alam kebudayaan itu terdapat masyarakat dan aliran kebudayaan. Di alam yang
luas ini terdapat tiga tipe yang tertentu,yaitu:
a.  Ideasional, yaitu
kerohanian, ketuhanan, keagamaan, kepercayaan
b. Sensate atau indrawi, yaitu serba jasmaniah, mengenai
keduniawian, berpusat pada panca indera
c. Perpaduan antara ideational-sensate, yaitu idealistis,
yaitu suatu kompromis.
Penjelasan lebih
lanjut mengenai ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut, yang pertama
ideasional. Sistem ideasional
diliputi oleh prinsip yang menyatakan Tuhan sebagai realitas tertinggi
dan nilai terbesar
,
didasari oleh nilai dan kepercayaan terhadap unsur adikodrati (supranatural). Kebudayaan
Idealistis merupakan p
erpaduan antar unsur kepercayaan terhadap unsur adikodrati dan rasionalitas berdasar fakta dan membentuk masyarakat ideal. Kebudayaan
Ideational
, mempunyai dasar pemikiran bahwa kenyataan itu bersifat nonmaterial,
transenden dan tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Dunia dianggap sebagai
suatu ilusi, sementara, dan tergantung pada dunia transenden atau sebagai aspek
kenyataan yang tidak nyata , tidak sempurna, tidak lengkap. Kenyataan adalah
sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau nirwana. Kata kunci adalah
kerohanian, ketuhanan, keagamaan, kepercayaan.
Sistem ini terbagi antara lain :
a.) Ideasional asketik :
menunjukkan keterikatan pada tanggung jawab untuk mengurangi sebanyak mungkin
kebutuhan duniawi agar mudah terserap kedalam alam transeden.
b.)    Ideasional aktif : mengurangi kebutuhan
duniawi juga berupaya mengubah dunia material agar selaras dengan alam
transeden
Sistem inderawi, dasar pemikirannya adalah dunia
materi
il yang ada disekitar kita adalah
satu-satunya kenyataan yang ada. Keberadaan kenyataan yang adi inderawi atau
yang trasenden disangkal. Kata kunci adalah serba jasmaniah, mengenai
keduniawian, berpusat pada panca indera. Mentalitas ini dapat dibagi menjadi
Prinsip berpikir bahwa dunia nyata, yang terserap pancaindra, adalah
realitas dan nilai tertinggi, satu-satunya kenyataan yang ada. Mentalitas budaya
ini terbagi tiga :
a.) Inderawi aktif : mendorong
usaha aktif dan giat meningkatkan pemenuhan kebutuhan material dengan mengubah
dunia fisik sehingga menghasilkan sumber kepuasan dan kesenangan manusia.
Mentalitas ini mendasari pertumbuhan ilmu dan teknologi.
b.) Inderawi pasif : menikmati
kesenangan duniawi setinggi- tingginya. Sorokin menggambarkannya sebagai suatu
“eksploitasi parasit“, dengan motto : “makan,minum, dan kawinlah sepuasnya
karena besok kita akan mati“. Mengejar kesenangan hidup tidak dipengaruhi oleh
suatu tujuan jangka panjang apapun.
c.) Inderawi sinis : pengejaran
tujuan duniawi dibenarkan oleh rasionalisasi ideasionalisasi. Dengan kata lain
menunjukkan usaha yang bersifat munafik yang membenarkan pencapaian tujuan
material dengan menunjukkan sistem nilai transeden yang pada dasarnya
ditolaknya
Sistem campuran (idealistis) Realitas dan nilai, sebagian dapat diserap
indra dan sebagiannya lagi dipandang bersifat transeden, tak terserap oleh alat
inderawi.
Dasar pemikirannya adalah perpaduan
antara kedua hal diatas (Ideational dan Sensate). Kata kunci adalah suatu
kompromis. Terbagi menjadi :
a.) Mentalitas idealistis :
pengertian mengenai aspek tertentu dari realitas tertinggi.
b.) Mentalitas ideasional tiruan
: didominasi oleh pendekatan inderawi, tetapi unsur ideasional hidup
berdampingan dengan unsur inderawi, selaku dua prinsip berlawanan jadi,
keduanya tidak terintegrasi secara sistematis kecuali sekedar berdampingan
saja.
 Sebab perubahan sosial menurut Sorokin
terdapat aspek kualitatif dan aspek kuantitatif dari pertumbuhan dan kemunduran
sistem sosiokultural. Untuk memahaminya diperlukan pemahaman tiga komponen
sistem sosiokultural empiris, yakni sistem makna, mesin dan agen
kemanusiaannya. Sorokin berpendapat bahwa pertumbuhan kuantitatif terutama
mengacu kepada peningkatan kuantitatif wahana atau agen atau keduanya.
Pertumbuhan kualitatif, mencakup berbagai peningkatan / perbaikan sistem makna,
wahana dan agennya / ketiganya. Pertumbuhan kualitatif ini disebut disebut
sorokin sebagai tingkat perkembangan masyarakat yang terwujud dengan sendirinya
pada tingkat individual.
Akibat Perubahan sosial menurut
Sorokin ada tiga kemungkinan penjelasan mengenai perubahan sosiokultural.
Pertama, perubahan mungkin diakibatkan faktor eksternal terhadap sistem
sosiokultural. Contohnya, jika kita mencari penjelasan mengenai perubahan dalam
keluarga, kita mencari faktor ekonomi (industrialisasi) atau perubahan demografi,
atau bahkan faktor biologis sebagai mekanisme penyebab. Ini berdasarkan asumsi
bahwa keluarga kurang lebih adalah kelompok pasif yang akan tetap seperti itu
kecuali diganggu oleh kekuatan dari luar. Kedua, teori keabdian. Perubahan
terjadi karena faktor internal yang ada didalam sistem itu sendiri. Sistem itu
sendirilah yang bersifat berubah: “sistem tak dapat membantu perubahan,
meskipun semua kondisi eksternal tetap”. Ketiga, mencari penyebab perubahan
baik pada faktor internal maupun eksternal.
Konsep perubahan sosial Sorokin
berpendapat, bahwa pertama didalam sistem yang terintegrasi dengan erat,
perubahan akan terjadi secara keseluruhan, seluruh bagian akan berubah bersama.
Kedua, terjadi di beberapa bagian tertentu tanpa terjadi dibagian lain. Ketiga,
jika suatu kultur hanya merupakan pengelompokan semata maka setiap bagian
mungkin berubah tanpa mempengaruhi bagian lainnya. Keempat, jika kultur itu
tersusun dari sejumlah sistem dan kumpulan yang hidup berdampingan secara
damai, maka kultur itu akan berubah secara berbeda disetiap bagian yang
berbeda. Berbagai unsur akan berubah, baik serentak / terpisah, tergantung pada
tingkat integrasi
         Kebudayaan sensasi menjadi
tolak ukur dan kenyataan dan tujuan hidup. Dalam
social and Cultural Dynamics. Sorokin menilai peradaban modern adalah peradaban yang rapuh dan tidak lama lagi akan
runtuh
dan selanjutnya
menjadi kebudaya
an Ideasional yang baru. Dalam suatu perubahan yang terpenting adalah
tentang proses sosial yang saling berkaitan. Sorokin juga memberikan pengertian
tentang proses sosial yaitu sebuah perubahan su
byek tertentu dalam perjalanan
waktu, entah itu perubahan tem
patnya dalam ruang atau modifikasi aspek kuantitatif
atau kualitatifnya.
Penekanan Sorokin pada berulangnya tema-tema dasar
dimaksudkan untuk menolak gagasan bahwa perubahan sejarah dapat dilihat sebagai
suatu proses linear yang meliputi gerak dalam satu arah saja dalam hal ini
Sorokin berbeda dari Comte yang percaya akan kemajuan yang mantap dalam
perkembangan intelektual manusia. Pendekatan Sorokin yang bersifat “integralis”
itu memungkinkan dia untuk mengkritik dengan keras gagasan bahwa semua
pengetahuan kita akhirnya berasal dari data empiris. Sebaliknya dia
mengemukakan bahwa data empiris hanya memperlihatkan satu tipe kebenaran. Yakni
kebenaran indrawi. Juga ada kebenaran akal budi dan yang ketiga adalah
kebenaran kepercayaan atau intuisi,yang melampaui data indrawi dan rasionalitas.
Patitim A. Sorokin menilai gerak sejarah dengan gaya, irama
dan corak ragam yang kaya raya dipermudah, dipersingkat dan disederhanakan
sehingga menjadi teori siklus. Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah
menunjukkan fluctuation of age to age, yaitu naik turun, pasang surut,
timbul tenggelam. Sorokin dalam menafsirkan gerak sejarah tidak mencari pangkal
gerak sejarah atau muara gerak sejarah, ia hanya melukiskan prosesnya atau
jalannya gerak sejarah.
Sejarah sosiokultural merupakan lingkaran yang bervariasi
antara ketiga supersistem yang mencerminkan kultur yang agak homogen. Tiga
jenis kebudayaan adalah suatu cara untuk menghargai atau menentukan nilai suatu
kebudayaan. Menurut Sorokin tidak terdapat hari akhir ataupun kehancuran, ia
hanya melukiskan perubahan-perubahan dalam tubuh kebudayaan yang menentukan
sifatnya untuk sementara waktu. Apabila sifat ideational dipandang lebih tinggi
dari sensate dan sifat idealistic ditempatkan diantaranya, maka terdapat
gambaran naik-turun, timbul-tenggelam dan pasang-surut dalam gerak sejarah
tidak menunjukkan irama dan gaya yang tetap dan tertentu. Sorokin dalam
menafsirkan gerak sejarah tidak mencari pangkal gerak sejarah atau muara gerak
sejarah, ia hanya melukiskan prosesnya atau jalannya gerak sejarah.
Sorokin berpendapat bahwa ketiga tipe mentalitas budaya yang
asasi itu dapat berulang dalam satu bentuk siklus. Dengan kata lain, periode
ideasional dikuti oleh suatu bentuk campuran (biasanya tidak idealistis) yang
diikuti oleh satu periode ideasional baru dan seterusnya. Sorokin secara
profetis meramalkan suatu akhir dari periode inderawi yang pada akhirnya
merupakan kelahiran kembali suatu tahap baru mentalitas ideasional.
Sehingga bukan pada positivistik yang mendasarkan pada data empiris (kebudayaan
inderawi) tetapi pada integralistik budaya yang mendasarkan diri pada pandangan
dunia (world view) terhadap keseluruhan yang saling melengkapi antara
kebudayaan inderawi (materiil) dan ideasional (non materiil, transenden tidak
dapat ditangkap oleh inderawi).
Teori kedua yang diungkapkan oleh Sorokin yaitu mengenai
Intergrasi sosial dan budaya. Satu alaasan yang memungkinkan martindale melihat
Sorokin sebagai seorang organisis, dapat dilihat pada tekanan Sorokin pada
pemahaman system sosio-budaya secara keseluruhan. Prespektif organis
menekannkan kenyataan masyarakat yang independen dan tradisi-tradisi budayanya
sebagai suatu system yang intregritas. Analisa Sorokin mengenai dinamika
system-sistem sosio budaya yang terintregitas secara luas dalam empat karangan
utamanya, Social and Culture Dynamic, sejalan dengan pendekatan ini. Alasan
penting lainnya untuk melihat Sorokin sebagai seorang ahli teori organis tanpa
asumsi-asumsi positivis adalah penolakan Sorokin untuk membatasi konsepnya
mengenai kebenaran pada data empiris, sebaliknya dia menunjukkan suatu kerelaan
untuk menerima suatu konsep mengenai kebenaran dan pengetahuan yang bersifat
multidimensi, dengan data empiris memberikan sebagian pengetahuan. Sejalan
dengan penekanan Sorokin pada arti-arti subyektif, hal itu memisahkan dia dari
kelompok-kelompok positivis yang menekankan pada empiris sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang sah.
Sorokin sendiri menilai tidak tepat klasifikasi Martindale
yang memasukkan pendekatannya kedalam suatu prespektif organis. Bukan
mengasumsikan integrasi menyeluruh yang ditekankan Sorokin. Dia menekankan
pentingnya mengetahui tingkat integrasi yang berbeda, dan mengkhususkan tingkat
dimana aspek-aspek yang berbeda dalam kenyataan sosio-budaya itu dapat
dikatakan terintegrasikan. Juga berbeda sekali dengan penekanan kelompok
organis pada pola-pola pertumbuhan dan kemunduran yang tidak berubah yang
dilalui system-sistem budaya. Sorokin menekankan tingkat variabilitas yang
tinggi yang diperlihatkannya. Tema-tema budaya dasar mungkin terulang,
tetapi  pengulangan itu menunjukkan pola-pola yang berubah. Setiap tahap
sejarah masyarakat memperlihatkan beberapa unsur yang kembali berulang
(artinya, pengulangan tahap yang terdahulu) dan ada beberapa daripadanya yang
unik. Sorokin mengacu pada pola-pola perubahan budaya jangka panjang yang
bersifat “berulang-berubah” (Varyingly Recurrent).
Tentunya jika kita menganalisis, terdapat persamaan antara
teori mentalitas budaya Sorokin dengan teori jenjang tiga tahap milik auguste
Comte. Pada dasarnya kedua terori ini memiliki gagasan dasar yang terkandung
dalam pandangan dunia yang dominan atau gaya berpikir sebagai acuan untuk
memahami kenyataaan sosial budaya di sekeliling kita, sedangkan perbedaannya,
teori Comte tidak bersifat linier atau siklus. Teori Comte mengemukakan bahwa
sejarah manusia menunjukkan kemajuan unlinier, yang didasarkan pada perkembangan
ilmu, yang akan bergerak maju terus menerus ke masa depan. Dalam arti, bahwa
salah satu fase dari tiga tahap tersebut tidak akan terulang kembali oleh
manusia. Sedangkan pada pendapat sosrokin, ia menjelaskan bahwa pada dasarnya
jenjang tiga tahap yang dikemukakan oleh Comte merupakan siklus yang akan
berulang ulang dan akan dialami terus oleh manusia.
C.  
Relevansi Teori
Paritim A. Sorokin dalam Peristiwa Sejarah
1.    
Sunan Gresik dalam Dakwahnya
Walisongo mempunyai
peranan yang sangat besar dalam perkembangan Islam di Indonesia. Bahkan mereka
adalah perintis utama dalam bidang dakwah Islam di Indonesia, sekaligus pelopor
penyiaran Islam di nusantara. Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar
agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Salah satunya anggota walisongo
yaitu  Sultan Gresik atau Maulana
Malik Ibrahim.
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali
pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Inilah Relevansi Teori Gerak sejarah
menurut Paritim A. Sorokin dlam peristiwa sejarah terkait tipe yang pertama
yaitu Ideasional.
Relevansi yang
kedua dalam peristiwa ini terkait teori Sorokin
dalam tipe kedua yakni Sensate atau Indrawi adalah fakta bahwa selain
berdakwah  Sultan Gresik juga mengajarkan
cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu
golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik
Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi
dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran,
Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura
Wetan, Gresik, Jawa Timur.
            Sumbangannya dalam bidang ekonomi dapat dibuktikan melalui tindakan
Maulana Malik Ibrahim menyempurnakan kehidupan di Leran dengan memelihara
sawah dan kebun secara cermat dan baik. Di
s amping meningkat taraf ekonomi penduduk, beliau menerapkan nilai-nilai Islam
dalam kehidupan seperti galakan memberi sadakah kepada fakir miskin.
Maulana
Malik Ibrahim memperkenalkan sistem pengairan untuk pertanian bagi memajukankota Gresik (Hasanu Simon, 2004: 167). Hasilnya
kawasan pertanian berjaya dimajuka. Jadi
Maulana Malik Ibrahim Selain menyebarkan islam di daerah
gresik, tapi beliau juga memperkenalkan system perairan untuk pertanian
digresik.
2.            
Perang
Salib
Sejumlah
ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap.kekuatan muslim
dalam periode 1096 – 2073 M. dikenal sebagai perang salib. Hal ini disebabkan
karena adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan tersebut
didorong oleh motivasi keagamaan, selain itu mereka menggunakan simbol salib.
Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan
individu yang turut mewarnai perang salib ini. Berikut ini adalah beberapa
penyebab yang turut melatarbelakangi terjadinya perang salib.
Pertama,
bahwa perang salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat
dan negeri timur, jelasnya antara pihak Kristen dan pihak muslim. Perkembangan
dan kemajuan ummat muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan
kecemasan tokoh-tokoh barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka
melancarkan serangan terhadap kekuatan muslim.
Kedua,
munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil setelah
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuk
merebut Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan
Saljuk di Asia Kecil dan yerusalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen
barat untuk melaksanakan haji ke Bait al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah
bahwa pihak Kristen bebas saja melaksanakan haji secara berbondong-bondong.
pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuk terhadap
jemaah haji Kristen. Desas-desus ini membakar amarah umat Kristen-Eropa.
Ketiga,
bahwa semenjak abad ke sepuluh pasukan muslim menjadi penguasa jalur
perdagangan di lautan tengah. Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa
terganggu atas kehadiran pasukan lslam sebagai penguasa jalur perdagangan di
laut tengah ini. Satu-satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar
perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan muslim dari lautan ini”
Keernpat,
propaganda Alexius Comnenus kepada )aus Urbanus ll. Untuk membalas kekalahannya
dalam peperangan melawan pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan sumber otoritas
tertinggi di barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II
segera rnengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont,
sebelah tenggara Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan
kepada pengikut kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan musim.
Tujuan utama
Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja Romawi akan
bernaung di bawah otoritasnya. Dalam propagandanya, sang Paus Urbanus ll
menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam
peperangan ini. Maka isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan
negeri-negeri Kristen memenuhi seruan sang Paus ini. Dalam waktu yang singkat
sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong memenuhi seruangsang Paus,
mereka berkumpul di Konstantinopel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa
Perancis dan bangsa Normandia. Relevansi Teori Paritim A. Sorokin terlihat
jelas pada peristiwa ini mulai dari Ideasional, Sensate dan perpaduan dari
keduanya.
3.    
Kedatangan Portugis di Indonesia
Peristiwa ini
memiliki Relevansi yang besar dengan teori yang dikemukakan oleh Paritim A.
Sorokin. Paritim A. Sorokin melihat gerak sejarah dari tiga tipe yang pertama
adalah ideasional atau ketuhanan, peristiwa Kedatangan Portugis ke Indonesia
dipicu oleh tipe yang pertama yakni Gospel atau penyebaran agama yang ingin di
lakukan oleh Portugis atau yang lebih dikenala dengan sebutan “misi suci”. Jadi
kedatangan Portugis ke Indonesia termasuk kedalam Ideasional karena memilki
tujuan ketuhan atau mengurangi kebutuhan duniawi agar dapat mempermudah dalam
penyerapan menuju alam transeden.
Peristiwa ini juga
termasuk dalam tipe Sansate atau Indrawi. Dimana pemenuhan kebutuhan duniawi
merupakan relativitas tertinggi. Ditilik dari tipe kedua kedatangan Portugis ke
Indonesia juga dilatar belakangi oleh Gold dan Glory atau pencarian kekayaan
dan perluasan pengaruh atau wilayah ke Indonesia. Jadi jelas bahwa peristiwa ini
masuk kedalam tipe kedua, karena dia memandang bahwa kebutuhan dunia mutlak
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dari negaranya yakni mendapatkan
rempah-rempah dan mendapatkan pengakuan kekuasan di Indonesia.
Kemudian tipe yang
ketiga adalah perpaduan dari Ideasional dan Indrawi. Ini terpampang jelas dari
peristiwa tersebut bahwa Potugis datang ke Indonesia membawa tiga misi yakni 3G
: Glory, Gold dan Gospel.
4.    
Kejayaan Majapahit
Majapahit banyak
meninggalkan tempat-tempat suci, sisa-sisa sarana ritual keagamaan masa itu.
Bangunan-bangunan suci ini dikenal dengan nama candi, pemandian suci
(pertirtan) dan gua-gua pertapaan. Bangunan-bangunan survei ini kebanyakan
bersifat agama siwa, dan sedikit yang bersifat agama Buddha.
Berdasarkan status
bangunan suci, kita dapat kelompokkan menjadi dua, yaitu bangunan yang dikelola
oleh pemerintah pusat dan yang berada di luar kekuasaan pemerintah pusat.
Bangunan suci yang
dikelola pemerintah pusat ada dua macam, yaitu:
1. Dharma-Dalm,
disebut pula Dharma-Haji yaitu bangunan suci yang diperuntukkan bagi raja
beserta keluarganya. Jumlah dharma-haji ada 27 buah, di antaranya Kegenengan,
Kidal, Jajaghu, Pikatan, Waleri, Sukalila, dan Kumitir.
2. Dharma-Lpas,
yaitu bangunan suci yang dibangun di atas tanah wakaf (bhudana) pemberian raja
untuk para rsi-saiwa-sogata, untuk memuja dewa-dewa dan untuk mata pencarian
mereka.
Raja-raja Majapahit
pada umumnya beragama Siwa dari aliran Siwasiddhanta kecuali
Tribuwanattungadewi (ibunda Hayam Wuruk) yang beragama Buddha Mahayana. Walau
begitu agama Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga
akhir tahun 1447. Inilah sebuah Relevansi Teori Gerak sejarah menurut Paritim
A. Sorokin dlam peristiwa sejarah terkait tipe yang pertama yaitu Ideasional.
Yang mengemukakan tentang kerohanian, ketuhanan, keagamaan, kepercayaan.
Relevansi yang
kedua dalam peristiwa ini terkait teori Sorokin
dalam tipe kedua yakni Sensate atau Indrawi adalah fakta bahwa selain
majapahit memiliki aliran kepercayaan yang suci beliau juga membangun tempat
peribadatan menggunakan bangunan-bangunan yang mengerucu serta terdapat sebuah
relif dan ukiran mengenai kehidupan pada masa itu.
Relevensi yang
ketiga tentang teori gerak sejarah yaitu mengenai gabungan antara kepercayaan
ideasional dan indrawi yaitu majapahit bukanhanya sebagai tempat keagamaan saja
tapi ada nilai budaya dan seni yang terkandung mengenai struktur dan keunikan
bangunanan peribadahan dan terdapat pula skema kehidupan msyarakat majapahit
pada relif-relif yang ada.
5.    
Peristiwa PKI
Didalam siklus
sorokin terdapat tiga pokok pikiran dalam menilai gerak sejarah, diantaranya :
pandangan menurut ketuhanan, keyataan atau indrawi, dan perpaduan antara
keduanya. Diantara berbagai peristiwa, diantaranya terdapat peristiwa PKI yang
gerak sejarahnya sama atau selaras dengan siklus sorokin.
Pertama kali
masuknya komunis ke Indonesia adalah dengan cara mengatur atau mempengaruhi
penduduk Indonesia akan kepercayaan yang mereka anut. Melalui hal pengindraan
atau pembodohan, misalnya saja disini anak SD yang sejatinya belum bisa
menyakini secara penuh apa yang di yakininya karena mereka hanya ikut menyakini
apa yang kedua orang tuanya anut. Hal ini masuk dalam pandangan ketuhanan,
karena awal PKI masuk ke Indonesia dengan tujuan mengajarkan dan memperluas
agama atau kepercayaan  yang dianutnya.
Tetapi ketika itu
mereka disuruh mempraktekan bagaimana membuktikan bahwa apa benar tuhan itu ada
dan bagaimana wujudnya. Saat itu Mereka di perintahkan untuk memejamkan mata
dan berdoa kepada tuhannya dan hal yang sama juga mereka disuruh untuk
memejamkan mata untuk PKI. Setelah mereka membuka mata ternyata doa kepada PKI
lah yang di kabulkan. Dengan melalui kepercayaan agama ini para komunis masuk
kedalam kehidupan penduduk Indonesia, yang kemudian menjadikan mereka partai
komunis terbesar di Indonesia. Melalui kekuasaan tersebut PKI meluaskan
pemerintahan dan kedudukannya. Bagian peristiwa ini masuk kedalam pandangan
yang kedua, sebab mereka menilai adanya tuhan ataupun kekuasaan dengan indrawi.
Apa yang mereka lihat itulah kenyataan yang benar.
PKI membunuh para
penguasa yang dianggapnya sebagai penghalang. Akibat dari peristiwa tersebut
para tokoh anti PKI hadir, adanya orang-orang yang anti PKI berpendapat bahwa
hidup itu diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa dan kehidupan memang nyata apa adanya
dapat dilihat dengan indra. Hal ini masuk dalam pandangan yang ketiga, yaitu
pandangan perpaduan antara ketuhanan dan indrawi. Dimana tokoh para anti
komunis tidak mempercayai bahwa semua doa dapat dikabulkan oleh PKI, namun
mereka tidak memungkiri bahwa kenyataanya PKI lah yang berpengaruh dalam
kehidupan pada masanya.
6.    
Perang Yarmuk
Berkaitan dengan
gerak sejarah Paritim A. Sorokin sebuah teori yang dipengaruhi oleh 3 tipe
sistem yaitu sistem ideasional, sistem indarai, dan pergabungan dari keduanya
yaitu sistem idealistis. Sistem ideasional menyatakan Tuhan sebagai realitas
tertinggi dan nilai tertinggi. Dalam perang Yarmuk, pasukan Romawi memiliki
tentara yang banyak, pengalaman perang yang mumpuni, peralatan perang yang
lengkap, logistik lebih dari cukup, dapat dikalahkan oleh pasukan kaum
muslimin, dengan izin Allah. Ini adalah bukti yang nyata bahwa sesungguhnya
kemenangan itu bersumber dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sistem indrawi
dasar pemikirannya adalah dunia materiil yang ada disekitar kita adalah
satu-satunya kenyataan yang ada. Dalam perang yarmuk, umat islam yang dipimpin
Umar bin khattab memenangkan peperangan untuk perluasan wilayah pemerintahan.
Sehingga daerah dibawah pimpinanya semakin luas dan kuat.
Sistem pergabungan dari keduanya yang
menggabungan antara ideasional dan indrawi. Perang yarmuk disamping untuk
kepentingan keagamaan(menyebarkan agama islam) perang ini juga bertujuan untuk
memperluas daerah pemerintahan. Jadi keduanya tergabung dalam perang yarmuk.

Sumber :


Ali, Muhamad, Pengantar Ilmu Sejarah,Pelangi
Aksara, 2005.
Burke, Peter, Sejarah dan Teori Sosial, a.b.
Mestika Zad dan Zulfani, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rosmaya, Magenta. Piritim
Sorokin,
2012.
http://magentarosmaya.blog.fisip.uns.ac.id/. Diakses
pada tanggal 07 November
Tamburak, E., Rustam, Pengantar Ilmu Sejarah Teori
Filsafat Sejarah Sejarah Filsafat dan Iptek.  
Rineka
Cipta, Jakarta, 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar